Tahun Politik Rezeki Nomplok, Dari Hati Bukan Piti

OPINI

Oleh : Anthoni Ramli
Jurnalis Babel

Bacaan Lainnya

PANGKALPINANG , LINESNEWS – Tahun politik menjadi tahun yang dinantikan khalayak ramai. Khusunya kalangan arus bawah. Namun bukan berarti eforia itu tidak menular ke kalangan menengah hingga atas sekalipun.

Ibarat kata tahun politik tahunnya “REZEKI NOMPLOK”. Mengapa demikian?? Tahun politik identik dengan serangan fajar atau bahasa sederhananya bagi bagi pulus jelang hari pencoblosan.

Momen ini paling dinanti. Trendnya, banyak tamu tak diundang datang menyambangi rumah rumah warga. Khusunya kalangan arus bawah tadi

Tahun itu, kalangan bawahlah yang paling banyak ketiban “REZEKI NOMPLOK”. Disusul kalangan menengah.

Kalau kalangan atas, tak perlu dibahas karena metodenya dan kastanya sudah barang tentu jauh berbeda.

Bisa jadi eforia dan survei kalangan arus bawah tadilah yang paling tinggi menyongsong
tahun politik tadi. Sebab bagi mereka ini kesempatan emas 5 tahun sekali.

Selain arus bawah, ‘REZEKI NOMPLOK” tahun politik juga membanjuri kalangan pengusaha. Khususnya bidang usaha advertising.

Tengok saja, spanduk, baliho dan banner sejumlah paslon mulai bertebaran di jalan dan sudut sudut kota.

Silih berganti wajah dan pose mereka bergonta ganti. Terpilih atau tidak buka persoalan, yang penting tebar pesona dulu.

Tak sedikit orang orang suruhan yang biasa kita kenal dengan sebutan Tim Sukses (Timses)
menyambangi rumah kalangan arus bawah.

Ibarat istilah di kedokteran seperti minum obat. Mereka datang tiga kali sehari. Prilaku mereka yang mungkin tadinya cuek bebek, acuh berubah santun dan lembut.

Selain janji manis, tak jarang mereka juga membawa buah tangan seperti sembako sebagai upaya PDKT atau pendekatan.

Seolah tak kalah dengan timses atau elit politik tadi, kalangan arus bawah tak segan mengklaim menjadi bagian dari penentu kemenangan. Baik bagi para peserta kontestasi dan parpol peserta pemilu.

Jauh jauh kalangan arus bawah ini mulai bergerilya. Sana sini menjajakan dan menawarkan suara. Yang hebatnya lagi klaim mereka bisa mengalahkan konsultan politik sekalipun.

Dengan gamblang mereka beretorika punya massa dan simpatisan, meski validasi argumentasi itu tidak berdasarkan survei atau data.

Tapi mungkin itulah cara arus bawah memanfaatkan momen tahun politik tadi. Terpaksa “TAIPAU” yang penting dapur ngebul.

Bukan soal itu saja, soal harga tawar mereka juga tak kalah sadisnya dengan elit politik lainnya.
Tiap periode pemilu harga tawar mereka merangkak.

Wajah para caleg peserta kontestasi politik, seakan menjadi santapan empuk yang mereka nantikan tiap 5 tahun sekali.

Paradigma tadi juga berlaku bagi peserta kontestasi dan parpol peserta pemilu. Seolah, kalangan arus bawah tadi jadi dambaan mereka.

Ibarat kata “Simbiosis Mutualisme” hubungan saling menguntungkan, meski tak sendikit dari mereka yang lupa, ingkar, bahkan mengkhianati kalangan arus bawah
setelah duduk di kursi empuk parlemen.

Jadi jangan heran jika di tahun politik semacam ini, kalangan arus bawah, timses, dan peserta kontestasi terlihat mesra.

Dan jangan heran pula setelah mereka duduk dan terpilih hubungan keduanya menjadi retak,
bahkan saling caci dan maki.

Arus bawah dengan lantangnya menyerukan slogan kalau tidak ada kami kalian tidak akan duduk di kursi empuk parlemen.

Bak pepatah gayung besambut, banyak kalangan parlemen tak sudi dianggap ingkar, bahkan harus balas budi. Dalilnya karena suara mereka sudah dibeli.

Supaya tidak sakit hati dan merasa jadi penghianat, tentukan pilihan kalian di Pemilu 2024 mendatang pakai HATI bukan PITI yang dalam artian bahasa Minangnya (duit) yaaaaa..!!!

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *