Romantisme Soekarno di Pesanggrahan Muntok Banka Tin Winning

Wisma Ranggam atau Pesanggrahan Muntok BTW Banka Tin Winning berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan, dan Kebudayaan Nomor 210/M/2015 tentang Bangunan Cagar Budaya, sudah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya Peringkat Nasional.

BANGKA BARAT,LINESNEWS  – Wisma Ranggam atau Pesanggrahan Muntok BTW Banka Tin Winning berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan, dan Kebudayaan Nomor 210/M/2015 tentang Bangunan Cagar Budaya, sudah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya Peringkat Nasional.

Konsekuensi logis, Pemerintah Provinsi sebagai pemilik perlu mengupayakan pelestarian dan pengelolaan secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan daerah serta nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sekitarnya.

Bacaan Lainnya

Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Disparbudkepora Babel), Widya Kemala Sari, mengatakan, dalam kaitannya dengan otonomi Daerah, pengelolaan cagar budaya menempati paradigma baru karena memberi peluang sebesar – besarnya kepada daerah untuk mengelola potensi budaya daerahnya sendiri.

“Memang tidak mudah melakukan hal tersebut bagi daerah, karena ketidakseriusan Sumber Daya Manusia sebagai pengelola, dan kompetensi sangat minim dalam pemahaman bangunan cagar budaya,” ujarnya Minggu (12/11/23).

Lanjut Widya, sedikit bangunan “seberuntung” Pesanggrahan Muntok BTW. Di tingkat Nasional, Pesanggrahan Muntok BTW termasuk bangunan yang mampu merekam jejak perjuangan Bung Karno, dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

“Sebelum dan sesudah peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Bung Karno sempat beberapa kali pindah tempat. Bung Karno diketahui pernah diasingkan ke Penjara Banceuy Bandung, Bengkulu, Ende hingga Mentok-Bangka,” tuturnya

Lanjutnya, penjara Banceuy Kota Bandung pernah menjadi tempat pengasingan Bung Karno lantaran aktivitasnya di Partai Nasional Indonesia (PNI). Di Penjara Banceuy, Bung Karno menyusun pledoi berjudul Indonesia Menggugat (Indonesie Klaagt Aan), yang dibacakan pada sidang Pengadilan Hindia Belanda di Gedung Landraad Bandung.

“Hasil sidang di Gedung Landraad membawa Bung Karno kembali ke
pengasingan, kali ini di Lapas Sukamiskin. Selama berada di lapas, Bung Karno menulis buku berdasar pledoi-nya berjudul Indonesia Menggugat, dua tahun kemudian, Gubernur Jenderal Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, De Jonge, mengeluarkan surat keputusan pengasingan Bung Karno ke Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur,” jelasnya.

Lebih lanjut dikatakannya, penyebab Bung Karno kembali diasingkan ke Ende karena kegiatan politiknya membahayakan posisi Belanda, di tempat ini pula Bung Karno disebut sempat menggali pemikiran tentang dasar negara, yang kemudian dirumuskan oleh Panitia Sembilan menjadi Pancasila.

“Setelah di Ende, Soekarno diasingkan ke Bengkulu. Di kota kelahiran Ibu Negara Fatmawati, Bung Karno banyak melakukan aktivitas politik, kesenian dan keorganisasian. Kemudian ke Brastagi, Karo, Sumatera Utara, menjadi salah satu lokasi pengasingan Bung Karno saat terjadi konflik Indonesia-Belanda. Agresi Militer Belanda II menyebabkan para tokoh bangsa seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya ditangkap dan diasingkan,”terangnya.

Masih kata Widya, Bung Karno kemudian dipindahkan ke Kota Parapat di tepian Danau Toba. Dalam pengasingan ini Bung Karno tidak sendirian, bersama rekan seperjuangannya yaitu Haji Agus Salim dan Sutan Sjahrir. Selama di pengasingan Bung Karno mendapat pengawasan ketat dari tentara Belanda.

“Berlanjut ke Pulau Bangka, Bung Karno diasingkan ke Kota Mentok Bangka Barat, tepatnya di Wisma Ranggam atau Pesanggrahan Muntok BTW pada periode 1949. Pesanggrahan Muntok BTW digunakan sebagai tempat pengasingan empat tokoh pemimpin Kemerdekaan Indonesia, seperti Bung Karno, Haji Agus Salim, Mr. Moch. Roem, dan Mr. Ali Sastroamidjojo,” bebernya

Pesanggrahan Muntok BTW, lanjutnya, menjadi tempat perundingan antara Indonesia dan Belanda dalam Perundingan Roem-Royen di Hotel des Indes. Perundingan tersebut dihadiri Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari wakil-wakil dari Australia, Belgia, dan Amerika.

“Pertemuan dihadiri pula wakil dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Bijen Konvoor Federal Overly (BFO). Anggota KTN yang hadir adalah Merle Cochram, Koetts, TK. Critcly, G. Mc. Kahin, Merremans, dan Prof. Lyle. Perundingan menghasilkan antara lain kesepakatan bahwa pada tanggal 6 Juli 1949 semua pemimpin Indonesia dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta,” terangnya.(LN)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *