Membangun Masa Depan Bangka Belitung Melalui Hilirisasi Sumber Daya Alam Hayati

Adi Setiawan | Mahasiswa Magister Manajemen UBB

 

PANGKALPINANG, LINESNEWS — Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dikenal luas sebagai penghasil timah, dan kelapa sawit. Dua komoditas utama ini telah lama menjadi tumpuan ekonomi daerah, berkontribusi besar terhadap PDRB, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja.

Namun, ketergantungan yang berlebihan terhadap kedua komoditas ini kini menunjukkan sisi rapuhnya. Harga timah, dan sawit yang sering berfluktuasi di pasar global dapat mengancam stabilitas ekonomi daerah, serta meningkatkan ketidakpastian bagi masyarakat yang bergantung pada sektor-sektor tersebut.

“Maka dari itu, sudah saatnya Babel beralih dari ketergantungan pada sektor pertambangan dan perkebunan dengan berfokus pada hilirisasi sumber daya alam hayati sebagai langkah menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan dan mandiri,” ujar Adi Setiawan, Mahasiswa Magister Manajemen UBB dalam rilis yang diterima Linesnews, Kamis (27/3/2025).

Menurut Adi, dengan kekayaan alam hayatinya, Babel memiliki potensi besar untuk melakukan diversifikasi ekonomi melalui pengembangan produk hilir berbasis sumber daya alam hayati. Berbagai hasil hutan bukan kayu (HHBK), produk perkebunan minor seperti lada, kakao, dan gaharu, serta hasil lautnya, memiliki peluang untuk dikembangkan lebih jauh, tidak hanya sebagai komoditas mentah, tetapi juga dalam bentuk produk bernilai tambah tinggi.

“Sayangnya, hingga saat ini, sebagian besar hasil alam tersebut belum mengalami proses hilirisasi yang maksimal. Sebagian besar komoditas tersebut masih dijual dalam bentuk primer yang minim nilai tambah,” lanjutnya.

Peluang Hilirisasi yang Menjanjikan

Ada banyak sektor yang dapat dijadikan fokus hilirisasi di Babel, dan semuanya menyimpan peluang besar untuk dikembangkan. Misalnya, minyak atsiri yang dapat diproduksi dari tanaman seperti serai wangi, cengkeh, kayu putih dan sapu-sapu (Baeckea frutescens). 

“Pasar ekspor produk-produk ini sangat besar, tetapi saat ini potensi tersebut masih terbatas, karena kurangnya fasilitas pengolahan yang memadai dan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang terampil. Begitu juga dengan gaharu yang dikenal sebagai produk hutan bernilai tinggi, yang potensinya dapat diperluas ke produk hilir seperti parfum, kosmetik, dan aroma terapi,” katanya.

Selain itu, produk perkebunan seperti lada Muntok White Pepper, dan kakao memiliki kualitas yang mendunia, tetapi masih dijual dalam bentuk mentah, tanpa adanya pengolahan lebih lanjut yang dapat meningkatkan nilai jualnya. Padahal, lada dapat dikembangkan menjadi lada bubuk, minyak lada, atau ekstrak lada yang berpotensi besar di pasar makanan dan farmasi.

“Kakao, yang mulai berkembang di beberapa wilayah Babel, dapat diolah menjadi produk cokelat olahan lokal yang tidak hanya menjual produk kakao, tetapi juga menciptakan nilai tambah dalam bentuk produk turunan seperti bubuk cokelat dan lemak kakao,” ujarnya.

Selain produk pertanian, masih dikatakan Adi, sektor perikanan juga menawarkan potensi besar. Meskipun hasil laut di Babel cukup melimpah, hilirisasi produk perikanan masih terbatas pada bentuk olahan sederhana. Padahal, produk perikanan seperti ikan segar dapat diolah menjadi berbagai produk bernilai tambah tinggi, seperti fillet beku, abon, hingga kerupuk ikan yang bisa diekspor ke pasar internasional. Meningkatkan kualitas kemasan produk perikanan untuk memenuhi standar ekspor, seperti menggunakan kemasan Modified Atmosphere Packaging (MAP), akan membuka peluang pasar global yang lebih besar.

Strategi Hilirisasi yang Tepat

Untuk mewujudkan potensi ini, diperlukan strategi manajemen yang terencana, dan implementasi yang efektif. Langkah pertama adalah menganalisis kekuatan dan kelemahan daerah, serta peluang dan ancaman yang ada di pasar global. Dengan pendekatan analisis SWOT, pemerintah daerah dapat merumuskan strategi yang tepat, seperti penguatan kelembagaan hilirisasi, peningkatan kapasitas SDM, dan penyediaan infrastruktur yang memadai untuk pengolahan produk lokal.

“Implementasi strategi ini membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, swasta, serta koperasi dan UMKM lokal. Pemerintah dan pihak terkait lainnya harus menyediakan fasilitas pengolahan yang modern, seperti pabrik mini dan laboratorium untuk riset, dan pengembangan produk,” ujarnya.

Pelatihan dan peningkatan keterampilan SDM lokal menjadi hal yang krusial, mengingat banyaknya potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal. Pemberdayaan UMKM untuk masuk ke dalam rantai pasok industri hilir juga menjadi kunci untuk memaksimalkan potensi produk lokal.

Menatap Masa Depan yang Berkelanjutan

Hilirisasi sumber daya alam hayati di Babel bukan hanya soal meningkatkan pendapatan daerah, tetapi juga tentang menciptakan ekonomi yang berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Dengan mengurangi ketergantungan pada komoditas timah, dan kelapa sawit yang rentan terhadap fluktuasi harga global, serta menempatkan sumber daya alam hayati sebagai komoditas unggulan, Babel dapat menjadi pemain utama dalam pasar global.

Pembangunan yang berkelanjutan melalui hilirisasi tidak hanya akan meningkatkan daya saing ekonomi daerah, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru, mengurangi ketimpangan sosial, dan mempromosikan pelestarian lingkungan. Dengan adanya komitmen dari semua pihak, dan dukungan yang kuat terhadap pengembangan sektor hilir, Babel dapat bertransformasi menjadi daerah yang tidak hanya mengekspor bahan mentah, tetapi juga produk bernilai tambah tinggi yang dapat bersaing di pasar dunia.

“Dengan strategi hilirisasi yang tepat, Bangka Belitung bisa menatap masa depan ekonomi yang lebih stabil, berdaya saing, dan berkelanjutan. Kini saatnya untuk bertransformasi dan memanfaatkan kekayaan alam hayati yang ada untuk kesejahteraan bersama, demi terwujudnya Babel yang lebih maju dan mandiri,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *