Kerusakan Lingkungan Yang diakibatkan Oleh Aktivitas Perusahaan Menjadi Masalah Serius di Indonesia.

Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan, terutama di sektor pertambangan, menjadi masalah serius di Indonesia. Salah satu perusahaan yang kerap menjadi sorotan adalah PT Timah Tbk, perusahaan pertambangan timah terbesar di Indonesia. Persoalan yang muncul adalah sejauh mana perusahaan seperti PT Timah bertanggung jawab atas dampak lingkungan yang ditimbulkan apakah tanggung jawab tersebut benar-benar direalisasikan atau hanya sekadar formalitas hukum belaka?

PANGKALPINANG,LINESNEWS.CO.ID — Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan, terutama di sektor pertambangan, menjadi masalah serius di Indonesia. Salah satu perusahaan yang kerap menjadi sorotan adalah PT Timah Tbk, perusahaan pertambangan timah terbesar di Indonesia. Persoalan yang muncul adalah sejauh mana perusahaan seperti PT Timah bertanggung jawab atas dampak lingkungan yang ditimbulkan apakah tanggung jawab tersebut benar-benar direalisasikan atau hanya sekadar formalitas hukum belaka?

Landasan Hukum Tanggung Jawab Lingkungan Perusahaan

Dalam sistem hukum Indonesia, tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Lebih spesifik, tanggung jawab perusahaan diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).

Pasal 87 UUPPLH menegaskan bahwa setiap pihak yang melakukan perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan pencemaran atau kerusakan lingkungan wajib membayar ganti rugi dan melakukan pemulihan. Selain itu, ada juga ketentuan dalam Pasal 90 UUPPLH yang mengatur tentang gugatan lingkungan, termasuk hak masyarakat untuk menggugat perusahaan yang merusak lingkungan.

PT Timah Tbk merupakan contoh nyata perusahaan yang aktivitas pertambangannya berdampak besar terhadap lingkungan, terutama di wilayah Bangka Belitung. Pertambangan timah terbuka (open pit mining) yang dilakukan perusahaan ini sering dikritik karena menyebabkan deforestasi, degradasi lahan, dan pencemaran air.

Meski PT Timah mengklaim telah melakukan reklamasi dan pemulihan lahan pasca-tambang, kenyataan di lapangan menunjukkan banyaknya lahan yang terbengkalai dan tidak dikelola dengan baik. Banyak warga setempat mengeluhkan menurunnya kualitas air dan kerusakan ekosistem perairan. Ini menimbulkan pertanyaan: apakah upaya PT Timah hanya sebatas formalitas untuk memenuhi persyaratan hukum, atau benar-benar merealisasikan tanggung jawab lingkungan?

Antara Realisasi dan Formalitas

Jika mengacu pada regulasi, PT Timah seharusnya menjalankan prinsip polluter pays pihak yang merusak lingkungan wajib memperbaikinya. Namun, implementasi tanggung jawab hukum ini sering kali masih jauh dari harapan.

Sebagian besar perusahaan hanya memenuhi persyaratan administratif seperti menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)atau membuat laporan pemantauan lingkungan. Sayangnya, dokumen tersebut kerap menjadi formalitas belaka tanpa pengawasan yang ketat.

Di sisi lain, penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan masih lemah. Meski ada ketentuan pidana dan sanksi administratif dalam UUPPLH, penerapannya sering kali terbentur kepentingan ekonomi dan politik. Akibatnya, perusahaan besar seperti PT Timah jarang benar-benar dimintai pertanggungjawaban hukum secara serius.

Harapan dan Solusi

Agar tanggung jawab hukum perusahaan tidak sekadar formalitas, perlu ada pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan partisipasi aktif masyarakat. Pasal 70 UUPPLH memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan lingkungan. Oleh karena itu, penguatan kapasitas masyarakat dan organisasi lingkungan menjadi penting agar mereka dapat mengawal implementasi tanggung jawab perusahaan.

Selain itu, pemerintah harus berani menerapkan sanksi yang tegas dan transparan bagi perusahaan yang terbukti merusak lingkungan. Kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat adalah kunci untuk memastikan tanggung jawab lingkungan direalisasikan secara nyata, bukan hanya menjadi formalitas hukum semata.

Tanggung jawab hukum perusahaan terhadap kerusakan lingkungan di Indonesia, khususnya dalam kasus PT Timah, masih menjadi perdebatan antara realisasi dan formalitas. Meski regulasi telah ada, implementasinya sering kali belum optimal. Diperlukan komitmen kuat dari semua pihak agar perusahaan tidak hanya sekadar memenuhi kewajiban hukum di atas kertas, tetapi benar-benar berkontribusi dalam menjaga dan memulihkan lingkungan.

OLEH: Dian Marshanda
Jurusan Hukum Universitas Bangka Belitung

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *